My news letter
Sabtu, 08 Desember 2007
PM fukuda minta maaf
Senin, 03 Desember 2007
Kloning manusia
* Nasaruddin Umar
Kloning (istinsakh) manusia menjadi isu pembicaraan semakin menarik para ulama akhir-akhir ini. Percobaan kloning pada binatang memang telah berhasil dilakukan, seperti kelahiran anak domba (Dolly) yang diujicoba dalam tahun 1996, tikus (1997), sapi (1998), babi (1999), kera (2000), kucing (2001). Awal April lalu dr Severino Antinori, ginekolog dari Italia, mengumumkan keberhasilannya menumbuhkan janin hasil kloning manusia.
Kloning adalah upaya untuk menduplikasi genetik yang sama dari suatu organisme dengan menggantikan inti sel dari sel telur dengan inti sel organisme lain. Kloning pada manusia dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya ditanam ke rahim seperti halnya embrio bayi tabung.
Sebagai suatu fenomena baru, kloning melahirkan beberapa pertanyaan mendasar di kalangan ulama. Apakah kloning pada diri manusia dapat dibenarkan? Bagaimana jika kloning dilakukan menggunakan DNA suami yang sah? Dapatkah perempuan menggunakan DNA-nya sendiri? Dapatkah sepasang suami istri menggunakan DNA anak kandungnya sendiri? Atau, apakah kita berhak dan darimana hak itu diperoleh untuk menggunakan DNA sendiri? Bagaimana kalau salah seorang di antara suami istri tidak setuju dengan proses kloning itu?
Kelahiran non-konvensional ini lebih jauh akan berdampak pada sendi-sendi institusi keagamaan yang sudah mapan. Seseorang bisa saja punya anak tanpa istri atau suami. Seseorang cukup memesan sel telur pada sebuah bank sel telur yang mungkin sudah dilengkapi dengan penyedia jasa rahim sewaan. Bagaimana jadinya institusi keluarga dan perkawinan serta konsep-konsep lain yang sudah mapan seperti muhrim, wali, nasab, kewarisan, kekerabatan? Bukankah keluarga dibentuk tidak hanya untuk melahirkan keturunan, tetapi yang lebih penting adalah memberikan perlindungan psikologis terhadap sanak keluarga. Bukankah inti dari sebuah perkawinan untuk mewujudkan ketenteraman dan kedamaian?
Institusi perkawinan di samping berfungsi sebagai kontrak sosial ('aqd al-tamlik) yang melahirkan kesadaran dan tanggung jawab sosial antara kedua belah pihak, juga berfungsi sebagai ibadah ('aqd al-'ibadah), karena mendeklarasikan sesuatu yang tadinya haram menjadi boleh dilakukan antara kedua belah pihak sebagai suami-istri. Di dalam Q.S. al-Rum ayat 20 disebutkan: "Dan di antara kekuasaan-Nya ialah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya".
Praktik dan prosedur pelaksanaan kloning dapat diidentifikasi beberapa macam. Pertama kloning dimaksudkan untuk "memproduksi" seorang anak dan yang lainnya mengkloning organ-organ tertentu dari anggota badan untuk keperluan tertentu. Yang pertama mempunyai dua tujuan. Untuk mengupayakan keturunan bagi pasangan yang mandul dengan cara mengkloning DNA dari suaminya yang sah. Serta untuk kepentingan sains dan teknologi semata. Sedang kloning terhadap anggota badan untuk mengganti jaringan sel yang rusak di dalam tubuh.
Pertimbangan teologi
Al Quran mengisyaratkan adanya intervensi manusia di dalam proses reproduksi manusia (Q.S. al-Mukminun/ 22:13-14):
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (12). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik
Ayat ini mengisyaratkan unsur manusia ada tiga unsur, yaitu unsur jasad (jasadiyyah), unsur nyawa (nafs), dan unsur roh (ruh) yang dalam ayat ini disebut khalqan akhar. Seseorang baru disebut manusia jika memiliki ketiga unsur ini. Itulah sebabnya sebagian ulama Fikih, terutama di kalangan Hanafiah tidak menganggap dosa besar terhadap aborsi di bawah empat bulan, karena mereka menganggap proses installing roh setelah janin berumur empat bulan atau setelah daging dan kulit membungkus tulang jabang bayi. Sujudnya para malaikat dan makhluk lain kepada Adam setelah Allah meniupkan roh ke dalam diri Adam (wa nafakhtu fihi min ruhi)
Ayat tersebut di atas menggunakan kata tsumma khlaqnakum (kemudian Kami menciptakan manusia), kata ganti dalam bentuk plural, tidak dikatakan: tsumma khalaqtukum (kemudian Aku menciptakan). Dalam kaidah tafsir, sering ditemukan jika Allah Swt menggunakan kata ganti plural untuk dirinya Yang Maha Esa maka biasanya mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain selain dirinya dalam proses terwujudnya suatu kejadian atau ciptaan.
Dalam proses penciptaan manusia awal (Adam), Tuhan menggunakan kata ganti mufrad (wanafakhtu) ketika meniupkan roh kepada Adam. Akan tetapi, proses reproduksi manusia, Tuhan menggunakan kata ganti jamak (khalaqna). Ini mengisyaratkan kemungkinan adanya intervensi manusia atau unsur-unsur lain di dalam proses perwujudan manusia.
Al Quran juga mengisyaratkan proses reproduksi non-konvensional. Ada manusia tanpa bapak dan tanpa ibu yaitu Adam (Q.S. al-Rahman/ 55:14, ada manusia tanpa ibu yaitu Hawa (Q.S. al-Nisa/4:1), ada manusia tanpa Bapak yaitu Isa (Q.S. Ali'Imran/3:59). Bahkan, di zaman Nabi Shaleh ada unta yang lahir dan keluar dari sela-sela bebatuan tanpa induk dan tanpa pejantan (Q.S.Hud/11:64) dan Nabi Isa mempunyai mukjizat untuk menyembuhkan penyakit cacad permanen dan menghidupkan orang yang sudah meninggal dua tahun silam. Populasi burung/serangga (thairan ababil) dalam jumlah besar dan dengan seragam membawa batu/vieus lalu menghancurkan pasukan Abrahah (Q.S. al-Fil/ 105:1-5).
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan dari sudut proses, kloning dimungkinkan terjadinya, akan tetapi kewenangan dan motif untuk melakukannya masih menjadi perdebatan. Apakah manusia dalam kapasitasnya sebagai pengganti Tuhan (khalifah Allah) berkewenangan melakukan proses itu atau tidak? Kalau sekiranya dimungkinkan, kloning jenis apa saja? Apakah termasuk mengklon dalam arti "memproduksi" manusia baru? Atau hal ini hanya dimungkinkan bagi suatu pasangan yang betul-betul tidak bisa melahirkan anak secara konvensional? Atau kloning hanya dibatasi pada penciptaan sel jaringan tubuh tertentu yang memungkinkan seorang manusia menjadi khalifah dan hamba yang berkualitas? Kesemuanya ini akan dilihat dari sudut pertimbangan moral dan hukum.
Pertimbangan moral
Manusia seutuhnya (bani Adam) sebagai makhluk yang dimuliakan Allah ialah manusia yang sudah memiliki ketiga unsur sebagaimana disebutkan di atas. Pertanyaan kita di sini, apakah manusia yang lahir dari proses kloning juga memiliki roh? Jangan sampai yang terjadi hanya makhluk biologis biasa yang menyerupai manusia, karena dalam Al Quran lain nyawa lain roh. Installing roh ke dalam diri manusia dilakukan sendiri oleh Allah Swt seperti ketika Ia menciptakan Adam.
Kloning Manusia Dalam Perspektif Islam
Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk dan memulikannya atas semua makhluk-Nya (Qs At-Tin (95):4) dan (Qs. Al-Isra’ (17):70). Dari manifestasi pemuliaan inilah Islam tetap menjaga fitrah manusia secara konsisten untuk memelihara dan menjaga kaidah umum yang
Berkenaan dengan keturunan dan reproduksi manusia, Allah menjadikan-dengan hikmah-Nya- perkawinan secara legal (al-jawaz al-syar'i) yang sudah ditetapkan syarat-syarat, batasan-batasan dan aturan-aturannya (Qs Ar-Rum (30) :21). Dari perkawinan yang sah inilah, akan melahirkan anak (keturunan) – melalui hikmah dan kehendak-Nya, yaitu dengan bertemunya air sperma laki-laki (spermatozoa) dan sel telur perempuan (ovum) (Qs. At-Thariq (86) :5-7).
Hukum Syar'i tentang Kloning Janin Manusia
Mayoritas ulama' mengharamkan kloning janin manusia. Mufti Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ali Syaikh mengatakan bahwa hal itu merupakan hal yang sia-sia (al-'abats) dan tidak beretika. Di antara para ulama kontemporer yang mengharamkan hal itu adalah Dr .Nashr Farid Waashil (Mantan Mufti Mesir), Muhammad Sayyid Thanthawiy (Syaikul Azhar sekarang), Prof. Dr.'Ajil al-Nasyamiy, Dr. Sayyid Rizq al-Thawiil, Dr.Ahmad Umar Hasyim (Mantan Rektor Universitas Al-Azhar), Syaikh Abdur Rahman Abdul Khaliq, Dr.Abdus Shabuur Marzuq, Syaikh Dr.Yusuf Al-Qardhawi, Dr. Ali Mahmud Yusuf al-Muhammadiy, Dr.Mahmud Hamdiy Zaqzuq dan masih banyak lagi ulama-ulama yang lain.
Dalil-dalil Atas Pengharaman Kloning
Para ulama yang mengharamkan kloning janin manusia memiliki beberapa dalil yang menguatkan pendapat mereka, di antaranya:
1. Kloning sangat bertentangan dengan al-qaa'idah al-kulliyah al-khams yang dibawa oleh Islam untuk memelihara eksistensi hidup manusia.
2. Setiap anak manusia yang lahir memiliki satu hubungan kejadian dan keturunan dengan bapaknya-ia berasal dari sperma bapaknya-. Dan memiliki dua hubungan dengan ibunya, yaitu; pertama, hubungan kejadian dan keturunan, dan kedua, hubungan asalnya, yaitu dari sel telur (ovum) ibunya. Abu Bakar Abdullah Abu Zaid mengatakan bahwa air mani (sperma) yang yang dihargai –dianggap mulia- ialah yang berasal dari kedua pasangan-suami istri. Ia (air sperma) merupakan pemberian Allah Swt kepada hamba-Nya (Qs. An-Nahl (16) :78) dan (Qs. Az-Zumar (39) :6).
3. Anak (keturunan) harus berasal dari perkawinan yang sah (al-zawaj al-syar'i) antara suami-istri. Seluruh keadaan yang dintervensi oleh pihak ketiga terhadap hubungan suami-istri (al-'alaaqah al-zaujiyah)-baik itu melalui rahim, sel telur, sperma atau sel tubuh lain yang digunakan dalam proses kloning diharamkan (tidak dibenarkan oleh syari'at).
4. Kloning menjadikan manusia menyalahgunakan kehormatannya-bentuk yang telah diciptakan oleh Allah Swt. Mengubah dan memperburuk serta menyia-nyiakan ciptaan Allah adalah perbuatan syetan yang diperingatkan oleh-Nya agar kita tidak mengikutinya (Qs. An-Nisa (4) :118-119).
5. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dilengkapi dengan insting dan fitrah yang berbeda-beda. Salah satu dari insting tersebut adalah keinginan yang kuat untuk melakukan perkawinan-melalui hubungan seksual secara sah (syar'i)-antara laki-laki dan perempuan untuk dapat mendapatkan keturunan secara sah, sedangkan kloning menyelewengkan dan menghancurkan fitrah ini.
6. Kloning menghancurkan tatanan keluarga yang bangunannya suami-istri, yang telah diikat oleh tali cinta dan kasih-sayang. Sementara itu, kloning menghancurkan bangunan tersebut.
7. Kloning menyalahi identitas seseorang, keistimewaan-kesitimewaan, kepribadiannya serta menipiskan (tatanan) sosial yang stabil. Selain itu, ia juga membongkar-menghancurkan- fondasi keturunan, kerabat, shilaturrahmi, dan eksistensi keluarga yang saling mengikat dalam syari'at Islam.
8. Pengharaman kloning berdasarkan pada kaidah ishuliyah yang berbunyi dar'ul mafaasid muqaddamun 'alaa jalb al-mashaalih (menolak datangnya kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil maslahah/manfaat). Tidak diragukan lagi, bahwa praktek kloning manusia mengandung banyak kemudharatan (bencana), walaupun --sedikit banyaknya-- ada juga manfaatnya.
Qaidah qaidah hukum wajib dijunjung dalam melakukan transpalntasi ini
antaranya :
1. Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan bahaya lainnya
artinya :
a. Organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannya;
b. Sumber organ harus memiliki tamlik at-taam/Hurriyatu At-Tasharruf
kepemilikikan penuh) atas organ yang diberikannya, beraqal, baligh, ridlo
dan ikhlas dan tidak mudlarat bagi dirinya.
c. Sumber organ harus suci semisal manusia atau binatang selain babi dan
anjing. (untuk binatang tidak diperlukan izin sebab Allah sudah mengizinkan
manusia untuk memanfatkan binatang dengan cara yang baik)
2. Tindakan tranplantasi mengandung kemungkinan sukses lebih besar dari
kemungkinan gagal.
3. Organ manusia tidak boleh diperjual belikan sebab manusia hanya
memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara mutlak.
Negeri ini hancur karena riba
Dr Salim Segaf Al-Jufri
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya bunga bank, oleh beberapa kalangan, dinilai memicu keresahan. Alasannya, implikasinya yang tidak sederhana. Tapi tidak bagi DR. Salim Segaf Al-Jufri, pakar syariah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA) itu. Wawasannya yang luas dan sikapnya yang tegas membuat kupasannya tentang riba menjadi cair dan mudah dicerna. Itu tidak lain karena pria yang meraih gelar doktor di bidang Syariah dari Universitas Islam Madinah (1986) ini pernah menulis tesis berjudul Riba dan Dampaknya bagi Masyarakat.
Doktor Salim, demikian akrab disapa, tidak lain adalah Ketua Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di sela - sela kesibukannya yang terbilang padat, kini ia menggarap sebuah penelitian mengenai Kaidah - kaidah Syariah tentang Hubungan Internasional. Rencananya, penelitian ini akan digunakan untuk memenuhi gelar Profesor. Selasa pekan lalu, salah seorang Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) ini meluangkan waktunya untuk menerima wartawan SABILI Eman Mulyatman dan M. Nurkholis Ridwan serta ditemani fotografer Arif Kamaluddin untuk berbincang - bincang tentang Riba dan Fatwa MUI itu. Sayang, harapan Dosen
Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengawas Syariah di beberapa perusahaan agar MUI tetap eksis dengan fatwanya tidak tercapai. Sebab, MUI dikabarkan menunda fatwa haram bunga bank yang sudah dikeluarkan. Berikut petikannya:
Baru-baru ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas fatwa bunga bank ? Mestinya, sudah lama dikeluarkan. Sebab, haramnya bunga bank itu tidak sekarang. Bahkan kalau kita lihat, negeri ini cukup tertinggal dari negeri Islam lain. Tapi secara umum, masyarakat pun sudah tahu itu haram. Cuma (fatwa) ini skalanya menasional. Mungkin yang tadinya ragu - ragu, makin jelas. Kita salut, dan kita menginginkan tetap konsisten dengan fatwa tersebut. Jangan ada keinginan ditinjau kembali, karena keharamannya sudah jelas. Saya yakin, seluruh yang ada di MUI itu mengetahui bahwa itu haram. Mungkin ada yang mengatakan timing dan sebagainya. Tapi itu bukan alasan untuk menunda keharaman bunga bank konvensional tersebut.
Fatwa MUI menetapkan terbatas, kalau di daerah itu tidak ada bank syariah boleh di Bank Konvensional ? Jadi harus kita bedakan antara fatwa haramnya bunga bank dengan meletakkan uang. Jadi kalau meletakkan uang, saya sependapatlah. Tetapi tetap fatwa haram itu jelas. Karena meletakan uang pun, bentuknya apa? Karena dia butuh aman. Cuma yang penting di sini, bunganya tidak di makan. Bunganya diambil dan digunakan untuk kepentingan umum (semacam membangun jalan, jembatan, dll, red). Kalau begitu, di Jakarta, sudah tidak tepat menaruh uang di Bank Konvensional ? Betul, karena bank syariah tersedia. Tapi dibolehkan dengan alasan untuk kepentingan yang bank syariah belum bisa menghandle. Jadi kita memberi peluang sesuai dengan kebutuhan. Mungkin orang bisnis dalam kondisi tertentu. Mungkin dari segi LC (Letter of credit) dia eksportir, fasilitas tadi belum ada jaringan sehingga mereka menggunakan bank tertentu.
Tapi di luar kebutuhan itu ? Umpamanya di kampungnya ada bank tertentu yang tidak punya fasilitas, mau tidak mau dia harus menggunakan bank konvensional, dia harus menggunakan sistem tadi untuk alat transfer. Jadi agama kita ini memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.
Meski haramnya bunga bank sudah lama diketahui masyarakat, fatwa itu memiliki implikasi yang luas ? Saya melihat hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Semestinya bank - bank konvensional melihat bahwa ini peluang bagi mereka. Bahwa ada masyarakat kita yang tidak menabung di bank konvensional dan memang uangnya disimpan di rumah. Apakah itu tidak merugikan negeri ini. Itu adalah peluang, buat counter syariah. Siapkan SDM, sebanyak mungkin. Kita tidak memaksa mereka untuk mengubah sistem mereka, tetapi pasar ini harus dimanfaatkan. Itulah yang dilakukan Citibank di Bahrain.
Atau ada politisasi?
Jadi memang ada kelompok - kelompok yang tidak mengerti. Itu perlu penjelasan. Tapi ada juga kelompok-kelompok yang melakukan demarketing. Atau ingin melakukan upaya-upaya agar sistem ekonomi Islam itu tidak eksis di negeri ini. Ini yang harus kita lawan. Kalau mereka menangkap ini sebagai peluang maka yang terjadi adalah win - win solution.
Mengapa Islam sedemikian tegas melarang riba?
Hakikat riba itu perbedaan yang mendasar, dengan jual beli. Kalau riba memberikan pinjaman dengan pengembalian disertai bunga. Sebenarnya mengenai riba ini bukan sesuatu yang baru. Sebelum Islam pun, filosof Yunani seperti Socrates itu mengatakan uang tidak melahirkan uang! Untuk itu mereka sudah memahami. Karena untuk orang yang suka riba, selalu mementingkan diri sendiri. Dia taruh uang, dia ambil bunga, orang kelaparan atau tidak, dia tidak mau tahu. Dalam Islam yang diinginkan uang, misalnya 5 milyar itu, dirasakan manfaatnya oleh sekian banyak orang. Bukan untuk pribadi kamu sendiri. Kedua, dalam berbisnis itu ada untung dan rugi. Kalau riba hanya untung saja, sehingga tidak berkembang. Otak buntu. Sehingga di negara yang sudah maju, bunga bank sangat rendah. Di Jepang dan Amerika tidak lebih dari 2% saja. Jadi sangat kecil, karena yang diinginkan untuk investasi.
Tapi nilai uang bisa menyusut karena inflasi?
Itu alasan yang terkuat untuk ekonom. Tapi pada dasarnya orang meminjam itu butuh kita tolong. Orang pinjam itu karena minta dibantu. Riba tidak mengajarkan solidaritas. Yang ada bagaimana uang itu kembali dan untung. Tapi kalau memang dia berniat untuk usaha, kita buka secara Islami.
Anda menulis tesis tentang riba dan bahayanya bagi masyarakat. Sebenarnya, apa dampak buruk riba ? Pertama, dari segi keberkahan, tidak ada berkahnya. Riba itu uang panas. Mengikis habis keberkahan. Sudah terbukti negeri kita ini salah satu sebab kehancurannya karena memakai sistem ekonomi ribawi. Jadi untuk individu sangat merugikan, karena muncul manusia egois. Membuat orang kikir, bakhil dan mementingkan diri sendiri. Untuk masyarakat, tidak ada ukhuwah dan solidaritas. Kemudian berpindahnya uang itu yang dari
fungsinya sebagai alat tukar menjadi komoditi. Ini juga sangat membahayakan.
Riba juga mencakup asuransi, pegadaian ?
Setiap pinjaman yang diiringi tambahan, itu adalah riba. Apakah dilakukan oleh lembaga atau individu.
Kalau kerja di bank konvensional apa hukumnya?
Saya tidak mengharamkan orang yang kerja di bank konvensional. Tapi yang jelas apa yang dia terima pasti ada syubhatnya. Kalau kita bisa mendapatkan yang lebih bersih maka harus kita tinggalkan. Mungkin itu yang bisa kita lakukan.
Kalau mau pindah harus di tempat yang lebih baik. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah saw bersabda, "Akan datang suatu masa, kalau engkau tidak memakan riba engkau akan terkena debunya." Mungkin ada orang yang berusaha tidak menyimpan di bank riba namun ia tak menyadari dari gajinya ada debu riba. Mungkin dari gaji pegawai negeri, semua di bank konvensional. Semua terkena. Sehingga kita tidak merasakan keberkahan dalam kehidupan kita. Itu kondisi yang kita hadapi sekarang.
Kalau skalanya sudah global seperti ini, bagaimana mengatasinya ? Sebenarnya banyak pinjaman-pinjaman tidak perlu. Contohnya, beberapa saat yang lalu ungkapan Kwik Kian Gie untuk apa sampai tiga milyar pinjaman dari ICG. Padahal yang digunakan cuma 1,2 -1,3 milyar. Sisanya justru bunganya menjadi beban bagi kita. Waktu dulu pinjaman dari IMF sebesar 8-10 milyar US$ yang sudah dikembalikan, itu kita simpan saja. Akhirnya bunganya hanya membebani kita. Kita taruh di BI tapi tidak boleh dipakai. Apa itu bukan suatu kebodohan.
Ada makar tertentu?
Mereka ingin agar negeri ini selalu dalam kondisi susah. Sebab kalau orang dalam keadaan miskin dan susah, itu bisa diatur. Padahal Malaysia lebih berani. Pemimpin bangsa ini harus memiliki kecerdasan dan mesti mampu menggalang kekuatan internal dan nasionalisme yang kuat dan solid. Bangga dengan produk kita, bangga dengan negeri kita. Itu harus dibuktikan.
Mungkinkah di negeri kita ini tidak ada lagi praktik riba ? Itu kembali pada masyarakat.
Ada contoh?
Mungkin tetap ada bank konvensional. Kalau saya katakan tidak ada, tidak juga. Sebab, mereka berhak punya. Sebab diperlukan untuk transfer, bank asing pun diizinkan untuk buka di setiap negara. Kalau bank asing ada berarti sistem ribawi ada. Tapi kalau masyarakatnya tidak berkenan untuk meletakkan uang di situ, mereka akan cari peluang, apa yang diinginkan masyarakat. Untuk dihapuskan memang sulit, tapi peluang mereka semakin kecil. Untuk di negeri - negeri tertentu yang tidak berkenan dengan sistem ribawi mereka akan bentuk apa yang diinginkan oleh masyarakat. Bahrain bisa menjadi contoh.
Ada pendapat, terjadi peningkatan nasabah di bank syariah, tapi tidak memancing rush. Alasannya, karena masyarakat sudah sekuler?
Memang masyarakat itu terbagi-bagi, ada yang syariah loyalis. Untuk mereka tidak ada kompromi, dan jumlahnya relatif kecil, mungkin 10%. Yang saya amati, memang ada dua pendapat, kemungkinan sekitar 15-80 trilyun, yang akan dikonversi ke Bank Syariah, dari jumlah tabungan yang ada di bank - bank konvensional. Kemungkinan yang saya amati, tabungan yang ada di bank konvensional itu sekitar 800 trilyun. Yang 10 trilyun itu milik masyarakat, yang 700 trilyun itu dimiliki oleh korporasi. Jadi saya pikir bertahap. Karena yang loyalis tadi ada 10%, maka di 2004 ini ada 10 % yang berpindah.
Atau mereka tidak percaya bank konvensional dan bank syariah belum siap?
Saya tidak yakin, sebab yang membuka bank syariah ini bank kuat juga.
Tapi ada kekhawatiran soal kemampuan bank syariah?
Ini dari kelompok yang tidak memahami atau dari mereka yang tidak suka bank syariah eksis.
Tapi sayangnya mereka berasal dari kalangan Islam?
Saya lihat mereka banyak berinteraksi dengan kelompok yang tidak paham, itulah ungkapan mereka, sehingga mudah terpengaruh. Tapi kalau sudah mendalami, melihat, mungkin akan terjadi perubahan. Sebab direktur bank syariah itu bukan orang baru. Mereka juga lama di bank konvensional. Kedua, bank syariah itu bukan baru setahun dua tahun, kita sudah terlambat. Bank syariah sudah eksis sejak 20 tahun lalu. Dan bank konvensional pun membuka counter syariah. Itu kan bukti.
Ekonomi syariah menjadi jargon dan ikon penerapan syariat Islam. Bagaimana peran MUI ? Kewajiban MUI untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang penerapan syariah di semua lini. Jadi kita tidak mengatakan dari segi ekonomi saja, tapi juga menyangkut akidah. Dulu di masa HAMKA (almarhum Buya HAMKA) luar biasa.
Fatwa ini tidak akan menjadi macan kertas?
Yang penting sudah disampaikan. Sebab MUI tidak punya kekuatan memaksa. Masyarakat punya satu kepastian dan saya harap MUI tetap eksis, tidak mundur.
Harapan Anda?
Saya inginkan kalau ada pendapat pribadi tolong jangan diungkapkan dalam skala nasional, artinya ketika umat sudah memberikan satu sikap. Fatwa MUI itu adalah satu sikap dari sekian banyak mayoritas, jumhur dari ormas Islam, setahu saya ada 60 ormas. Jadi kalau ada pendapat pribadi jangan dibenturkan. Jangan masing-masing menjadi mufti. Saya lihat ada orang - orang yang pengetahuan agamanya dangkal berbicara yang menukik
Diam itu emas
(Diam Aktif)
K.H. Abdullah Gymnastiar
Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.
1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya.
a. Diam Bodoh
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.
b. Diam Malas
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.
c. Diam Sombong
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.
d. Diam Khianat
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.
e. Diam Marah
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jauh lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini
juga menambah masalah.
f. Diam Utama (Diam Aktif)
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.
2. Keutaam Diam Aktif
a. Hemat Masalah
Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
b. Hemat dari Dosa
Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.
c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang
Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.
d. Lebih Bijak
Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.
e. Hikmah Akan Muncul
Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.
f. Lebih Berwibawa
Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal,
seperti:
1. Diam dari perkataan dusta
2. Diamdari perkataan sia-sia
3. Diam dari komentar spontan dan celetukan
4. Diam dari kata yang berlebihan
5. Diam dari keluh kesah
6. Diam dari niat riya dan ujub
7. Diam dari kata yang menyakiti
8. Diam dari sok tahu dan sok pintar
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang
menghantarkan ke surga.